Saturday, May 23, 2009

Gontai

Berjalan di sisi matahari yang membenamkan diri di ufuk barat sana, aku menatapnya dalam-dalam. Ia tak seperti biasanya, mengenakan pakaian yang lebih rapi dari kesehariannya. Kami pun menyusuri bibir pantai dengan kaki telanjang, digigit pasir basah. Angin tak banyak bertiup, gelap tak banyak menyambut. Langit memerah menerpa wajah kami. "Sampai kapan kita harus begini?" tanyanya tertahan. Nafasku menghela panjang. Aku tak mau salah berujar. "Hingga langitku tak mesti sewarna dengan langitmu, hingga bumiku bisa menyanyikan nada yang beda dengan bumimu." Ia lalu menghentikan langkahnya sesaat. "Bagaimana bisa begitu? Lalu untuk apa kita bersatu?" tanyanya lagi. Senyumku mengembang menatapnya. Dan ia hanya termenung tak mengerti. Kemudian ia berbelok dan mengambil jalan menuju buminya. Aku menatap jejaknya di pasir yang kian menjauh. Lalu aku menoleh ke belakang. Langkah kami telah hilang, begitu mudah tersapu ombak. Aku melanjutkan langkahku di bumiku, seraya menangkap kabut malam yang kian turun.

No comments:

Post a Comment