Merasa sakit perut setelah tadi makan super hot ramen sebagai dinner, maka saya (mencoba agak serius dengan bersaya-saya) pun mencoba menuangkan pikiran-pikiran selama ga bisa tidur.
Beberapa hari yang lalu, teman saya bilang sesuatu yang agak menampar saya.
"Lo tuh ga punya prinsip rin."
Wew. Pada waktu itu saya berpikir, semudah itukah saya di-drive oleh situasi sehingga saya tidak punya sesuatu pegangan dalam diri saya? Semudah itukah saya di-stir oleh orang lain sehingga saya akan mengikuti kemauan orang lain tanpa pertimbangan? Tidak adakah kata idealisme dalam diri saya?
Dan saat itu saya sangat merasa belum mampu mengaktualisasikan diri dengan baik sehingga keberadaan saya sifatnya selalu abu-abu. Tidak hitam, maupun tidak putih.
Now let's talk about prinsip dan fleksibilitas.
Wikipedia:
Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.
Lalu saya menganalisis. Apa sih yang menjadi prinsip saya?
Well, setelah saya pikir-pikir, selama ini saya selalu berpegang pada suatu kata: fleksibilitas.
The certain thing in this life is uncertainty. Ketika kita berbicara mengenai sesuatu diluar yang sifatnya "Ilahiah", maka kata "benar" dan "salah" menjadi suatu hal yang tidak pernah bisa valid.
Lalu untuk apa ada polisi? Polisi adalah aparat penegak hukum. Hukum adalah hasil kesepakatan manusia. Hukum diciptakan oleh manusia, dan dapat diubah oleh manusia itu sendiri. Yang benar secara hukum, bisa saja salah secara moral. Atau sebaliknya. Atau jika kita tinjau dari aspek lain.
Hukum juga melakukan banyak pembatasan dalam analisisnya. Banyak memberikan asumsi. Begitu banyak parameter yang dianggap "konstan" oleh hukum, parameter2 yang sifatnya boleh (atau justru harus) diabaikan.
Setiap hukum yang ada, tentunya dibangun dari hasil pemikiran banyak kepala, untuk menangani satu masalah. Lalu bagaimana dengan manusia yang punya banyak masalah namun harus ditangani oleh satu kepala?
Saya memegang banyak nilai-nilai dalam hidup saya. Namun dari setiap nilai itu, ada point "flexibility" dimana saya harus paham sejauh mana saya harus menggunakannya.
Sebenarnya ketika saya sudah membangun suatu sikap/persepsi terhadap suatu hal, saya cenderung keras kepala. Saat persepsi saya harus berbenturan dengan persepsi lain ataupun kondisi yang tidak sesuai, maka otomatis saya akan membangun dinding pertahanan. Nah, fleksibilitas saya dalam suatu kontradiksi, akan berupa apakah dinding itu semakin tinggi, atau tetap saja, atau runtuh sebagian, atau benar-benar hancur, atau justru ada dinding baru di sebelahnya yang mungkin menggunakan material/warna yang berbeda.
Saya merasa dengan sikap seperti itu saya akan punya pandangan baru dalam menyikapi berbagai hal. Keterbukaan terhadap banyak pandangan yang masuk tentunya butuh kemampuan tambahan bernama filtering. Saya kira itu yang harus semakin diperkuat untuk orang-orang seperti saya :)
Bagus...
ReplyDeleteBerpikir diluar kotak :-)
Terima kasih :D
ReplyDelete